Jumat, 13 Juli 2012

oligopoly



PASAR OLIGOPOLI
BAB I PENDAHULUAN
Pasar merupakan tulang punggung perekonomian masyakat, baik masyarakat yang berada dikalangan kelas bawah ataupun masyarakat yang berada di kalangan kelas atas. Pasar juga merupakan proses hubungan timbal antara penjual dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga dan jumlah suatu barang/jasa yang diperjualbelikan. Semua unsur yang berkaitan dengan hal ekonomi berada di pasar oligopoli mulai dari unsur produksi, distribusi, ataupun unsur konsumsi.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan permainan pasar, dimana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk ke dalam pasar dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada.
          Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel (kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga untuk membatasi suplai dan kompetisi), sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebaiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel.
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa teori duopoli merupakan dasar bagi teori pasar oligopoli.  Pada dasarnya terdapat dua teori pokok dalam analisis pasar oligopoli, yaitu :
1). Antara satu pengusaha dengan pengusaha lainnya di dalam melakukan kegiatannya tidak terdapat suatu ikatan tertentu ( independent action).
2). Antara pengusaha-pengusaha yang ada dalam pasar oligopoli menjalin suatu ikatan (collusion) tertentu.  Ikatan ini ada yang sempurna ( perfect collusion) dan ada yang tidak sempurna (imperfect collusion). 

Tidak Ada Ikatan Antar Pengusaha
Akibat dari bebasnya masing-masing pengusaha di dalam menentukan kebijakan kebijakannya, terutama kebijakan harga dan produksi, adalah timbulnya perang harga diantara sesama pengusaha oligopoli tersebut.   Akhir dari perang harga ini adalah membuat kehancuran bagi beberapa pengusaha tertentu. 

BAB II TEORI
1.    Pengertian Pasar Oligopoli
Istilah oligopoli berarti beberapa penjual. Beberapa penjual di dalam konteks ini maksudnya dimana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Beberapa dapat berarti paling sedikit 2 dan paling banyak 10 sampai 15 perusahaan. Pasar oligopoli merupakan suatu struktur pasar dimana hanya terdapat beberapa produsen yang menghasilkan barang-barang yang bersaing. Jika pasar oligopoli hanya terdiri dari dua perusahaan saja maka disebut duopoli.
Pasar oligopoli adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga di antara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel


2.  Karakteristik Pasar Oligopoli
Dari pengertian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat beberapa karakter dari pasar oligopoli yaitu sebagai berikut:
a. Hanya Sedikit Perusahaan Dalam Industri (Few Number of Firms)
Secara teoristis sulit sekali untuk menetapkan berapa jumlah perusahaan di dalam pasar, agar dapat dikatakan oligopoli. Namun untuk dasar analisis biasanya jumlah perusahaan diasumsikan kurang dari sepuluh. Dalam kasus tertentu hanya terdapat dua perusahaan (duopoli). Kekuatan perusahaan-perusahaan dalam industri dapat diukur dengan menghitung rasio konsentrasi (concentration ratio). Rasio konsentrasi menghitung berapa persen output dalam pasar oligopoli dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang dominan (empat sampai dengan delapan perusahaan). Jika rasio konsentrasi empat perusahaan (four firms concentration ratio atau CR4) adalah 60%, berarti 60% output dalam industri dikuasai oleh empat perusahaan terbesar. CR4 yang semakin kecil mencerminkan struktur pasar yang semakin bersaing sempurna. Pasar suatu industri dinyatakan berstruktur oligopolistik apabila CR4 melebihi 40%. Dapat juga diukur delapan perusahaan (CR8) atau jumlah lainnya. Jika CR8 80, berarti 80% penjualan output dalam industri dikuasai oleh delapan perusahaan terbesar.

b. Produk Homogen atau Terdiferensiasi (Homogen or Diferentiated Product)
Dilihat dari sifat output yang dihasilkan, pasar oligopoli merupakan peralihan antara persaingan sempurna dengan monopoli. Perbedaan sifat output yang dihasilkan akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam mencapai kondisi optimal (laba maksimum). Jika dalam pasar persaingan sempurna perusahaan mengatur jumlah output (output strategy) untuk meningkatkan laba, dalam pasar monopoli hanya satu perusahaan yang mampu mengendalikan harga dan output, maka dalam pasar oligopoli bentuk persaingan antar perusahaan adalah persaingan harga (pricing strategy) dan non harga (non pricing strategy). Contoh pasar oligopoli yang menghasilkan produk diferensiasi adalah industri mobil, rokok, film kamera. Sedangkan yang menghasilkan produk homogen adalah industri baja, pipa, paralon, seng dan kertas.
Penggolongan ini mempunyai arti penting dalam menganalisis pasar yang oligopolistik. Semakin besar tingkat diferensinya, perusahaan makin tidak tergantung pada kegiatan perusahaan-perusahaan lainnya. Berarti oligopoli dengan produk diferensiasi dapat lebih mudah memprediksi reaksi-reaksi dari perusahaan-perusahaan lawan.
Di luar unsur modal, rintangan untuk masuk ke dalam industri oligopoli yang menghasilkan produk homogen lebih sedikit, karena pada industri oligopoli dengan produk diferensiasi sangat berkaitan dengan loyalitas konsumen terhadap produk (merek) tertentu.
c. Pengambilan Keputusan Yang Saling Mempengaruhi (Interdependence Decisions)
Keputusan perusahaan dalam menentukan harga dan jumlah output akan mempengaruhi perusahaan lainnya, baik yang sudah ada (existing firms) maupun yang masih di luar industri (potensial firms). Karenanya guna menahan perusahaan potensial untuk masuk industri, perusahaan yang sudah ada menempuh strategi menetapkan harga jual terbatas (limiting prices) yang membuat perusahaan menikmati laba super normal di bawah tingkat maksimum.
d. Kompetisi Non Harga (Non Pricing Competition)
Dalam upayanya mencapai kondisi optimal, perusahaan tidak hanya bersaing dalam harga, namun juga non harga. Adapun bentuk-bentuk kompetisi non harga antara lain dapat berupa sebagai berikut :
1) Pelayanan purna jual serta iklan untuk memberikan informasi
2) Membentuk citra yang baik terhadap perusahaan dan merek
3) Mempengaruhi perilaku konsumen
Keputusan investasi yang akurat diperlukan agar perusahaan dapat berjalan dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Tidak tertutup kemungkinan perusahaan melakukan kegiatan intelijen industri untuk memperoleh informasi (mengetahui) keadaan, kekuatan dan kelemahan pesaing nyata maupun potensial. Informasi-informasi ini sangat penting agar perusahaan dapat memprediksi reaksi pesaing terhadap setiap keputusan yang diambil.

3.            Faktor-faktor Penyebab Terbentuknya Pasar Oligopoli
Ada dua faktor penting yang menyebabkan terbentuknya pasar oligopoli yaitu sebagai berikut :
a. Efisiensi Skala Besar
Dalam dunia nyata, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri mobil, semen, kertas, pupuk dan peralatan mesin umumnya berstruktur oligopoli. Teknologi padat modal (capital intensive) yang dibutuhkan dalam proses produksi menyebabkan efisiensi (biaya rata-rata minimum) baru tercapai bila output diproduksi dalam skala sangat besar. Dalam industri mobil, untuk satu jenis, skala efisiensi baru tercapai jika produksi mobil minimal 50.000 sampai 100.000 unit per tahun. Bila perusahaan memproduksi tiga jenis mobil saja, output minimal seluruhnya antara 200.000 – 300.000 unit per tahun. Selanjutnya bila biaya produksi per mobil puluhan juta rupiah, maka dana yang dibutuhkan untuk memproduksi sebanyak ratusan miliyar rupiah per tahun. Jika dihitung dengan biaya investasi awal, maka perusahaan yang ingin memasuki industri mobil harus menyiapkan dana triliunan rupiah.
Keadaan tersebut merupakan hambatan untuk masuk (barries to entry) bagi perusahaan-perusahaan pesaing. Tidak mengherankan jika dalam pasar oligopoli hanya terdapat sedikit produsen.
b. Kompleksitas Manajemen
Berbeda dengan tiga struktur pasar lainnya (persaingan sempurna, monopoli, dan persaingan monopolistik), struktur pasar oligopoli ditandai dengan kompetisi harga dan non harga. Perusahaan juga harus cermat memperhitungkan setiap keputusan agar tidak menimbulkan reaksi yang merugikan dari perusahaan pesaing. Karena itu dalam industri oligopoli, kemampuan keuangan yang besar saja tidak cukup sebagai modal untuk bertahan dalam industri. Perusahaan juga harus memiliki kemampuan manajemen yang sangat baik agar mampu bertahan dalam struktur industri yang persaingannya begitu kompleks. Tidak banyak perusahaan yang memiliki kemampuan tersebut, sehingga dalam pasar oligopoli akhirnya hanya terdapat sedikit produsen.

4.    Hubungan Antara Perusahaan-perusahaan Dalam Pasar Oligopoli
Ada dua macam bentuk hubungan antara perusahaan-perusahaan yang terdapat di dalam pasar oligopoli yaitu sebagai berikut :
a. Oligopoli dengan kesepakatan (Collusive Oligopoly)
Kesepakatan antara perusahaan dalam pasar oligopoli biasanya berupa kesepakatan harga dan produksi (kesepakatan ini kadang disebut sebagai “kolusi” atau “kartel”) dengan tujuan menghindari perang harga yang akan membawa kerugian bagi masing-masing perusahaan pada kondisi tertentu (contoh adalah kesepakatan produksi dan harga pada OPEC). Bentuk persepakatan ini biasanya mengatur tentang banyaknya jumlah produksi yang boleh dihasilkan oleh masing-masing perusahaan berikut dengan harganya yang sama juga. Kesepakatan dalam jumlah produksi dapat berupa pembagian secara merata, yaitu pembagian produksi yang didasarkan pada banyaknya jumlah permintaan efektif di pasar terhadap jumlah perusahaan yang menghasilkan produk yang sama.

b. Oligopoli tanpa kesepakatan (Non Collusive Oligopoly)
Persaingan antar perusahaan dalam pasar oligopoli biasanya berupa perbedaan harga dan jumlah produk yang dihasilkan. Perbedaan harga dan jumlah produksi (bisa saling berhubungan positif timbal balik) dilakukan dalam rangka ingin mendapatkan jumlah pembeli yang lebih banyak dari sebelumnya (dari pesaingnya).
Terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi dalam pasar persaingan ini sehubungan dengan tingkat harga dan jumlah produksi (produk yang dihasilkan relatif sama) yaitu sebagai berikut :
1) Bila terdapat satu perusahaan yang mencoba memperbanyak jumlah produksinya agar harga jual produknya relatif lebih murah dibandingkan dengan pesaingnya, maka biasanya langkah ini akan diikuti oleh pesaing dengan menurunkan harga jual produknya.
2) Bila satu perusahaan mulai menurunkan harga jual produknya tanpa menambah jumlah produksinya dengan maksud untuk menguasai pangsa pasar, maka langkahnya akan diikuti oleh perusahaan lain, baik dengan cara menurunkan harganya semata atau menurunkan harga dengan cara menjual lebih banyak produknya di pasar.
3) Bila satu perusahaan menaikkan harga jual produknya, baik dengan cara langsung pada penurunan harga ataupun dengan cara mengurangi jumlah produksinya, maka perusahaan lain relatif tidak akan mengikutinya.

5.    Model Oligopoli
Begitu kompleksnya situasi dalam pasar oligopoli, sehingga para ekonom  mengembangkan berbagai model untuk menganalisis perilaku oligopolis. Sayangnya, tidak ada satu pun model yang dapat diterima secara umum sebagai model terbaik. Berikut ini akan disampaikan beberapa model oligopoli yang dikembangkan oleh para ekonom.
a. Model Permintaan Yang Patah (Kinked Demand Model)
Model ini dikembangkan oleh P.M. Sweezy (1939). Sweezy beranggapan bahwa kalau ada produsen dalam pasar oligopoli yang berusaha menaikkan harga maka ia akan kehilangan langganan karena tak ada produsen lainnya yang bersedia menaikkan harga. Namun sebaliknya, produsen dalam pasar oligopoli tidak dapat memperluas pasar dengan menurunkan harga sebab para pesaing akan menurunkan harga dengan tingkat yang lebih rendah lagi. Akibatnya terjadilah perang harga. Dalam hal ini para produsen dalam pasar oligopoli saling mempengaruhi pasar oligopoli tidak dapat memperluas pasar dengan menurunkan harga sebab para pesaing akan menurunkan harga dengan tingkat yang lebih rendah lagi. Akibatnya terjadilah perang harga. Dalam hal ini para produsen dalam pasar oligopoli saling mempengaruhi, tetapi tidak melakukan kolusi (kesepakatan).
b. Model Cournot (Cournot Model)
Model Cournot yang disebut juga duopoli dikembangkan oleh Augustin Cournot seorang ahli ekonomi berkebangsaan Perancis pada tahun 1838. Asumsi utama dari model ini adalah bahwa jika perusahaan telah menentukan tingkat produksinya, ,aka perusahaan tersebut tidak akan mengubahnya. Atas dasar asumsi inilah perusahaan pesaingnya akan menentukan tingkat produksinya. Dalam pasar duopoli hanya terdapat dua perusahaan yang menjual produk yang homogen, dengan demikian hanya terdapat satu harga pasar. Harga pasar ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah total output yang dihasilkan oleh dua perusahaan dengan permintaan pasar.
c. Model Stackelberg (Stackelberg Model)
Dalam model Stackelberg diasumsikan bahwa di pasar terdapat dua perusahaan, satu bertindak sebagai pemimpin (leader firm) dan satu perusahaan berlaku sebagai pengikut (follower). Perusahaan yang bertindak sebagai pemimpin mempunyai kewenangan untuk menentukan jumlah output yang akan dihasilkan untuk memperoleh keuntungan maksimum. Atas dasar jumlah output yang telah ditentukan oleh perusahaan pemimpin ini, perusahaan pengikut akan bereaksi sesuai dengan ketentuan pada model Cournot, yaitu menganggap bahwa perusahaan pemimpin tidak akan mengubah tingkat outputnya.
d. Model Perusahaan Dominan (The Dominant Firm Model)
Model perusahaan dominan adalah pengembangan lebih lanjut dari model Stackelberg. Dalam model ini juga terdapat perusahaan dominan yang bertindak selaku pemimpin dasar serta perusahaan-perusahaan lain sebagai pengikut. Perbedaannya adalah bahwa perusahaan-perusahaan pengikut tidak bereaksi mengikuti model Cournut, melainkan mereka bereaksi seolah-olah mereka berada dalam pasar yang bersaing sempurna. Dengan demikian perusahaan-perusahaan pengikut bertindak sebagai penerima harga (price taker), yaitu akan menerima berapapun harga yang ditetapkan oleh perusahaan pemimpin dan akan menghasilkan output pada kondisi dimana marginal costnya sama dengan tingkat harga.
6.    Jenis-jenis Pasar Oligopoli
Berdasarkan produk yang diperdagangkan, pasar oligopoli dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Pasar Oligopoli Murni (Pure Oligopoly)
Jenis ini merupakan praktek oligopoli dimana barang yang diperdagangkan merupakan barang yang bersifat identik, misalnya praktek oligopoli pada produk air mineral.
b. Pasar Oligopoli dengan Pembedaan (Differentiated Oligopoly)
Pasar ini merupakan suatu bentuk praktek oligopoli dimana barang yang diperdagangkan dapat dibedakan, misalnya pasar sepeda motor di Indonesia yang dikuasai oleh beberapa merek terkenal seperti Honda, Yamaha dan Suzuki.
Ciri-ciri tersebut diterangkan dalam uraian berikut.

1.Produk yang dijual barang standar maupun barang berbeda corak 
Adakalanya perusahaan dalam pasar oligopoli menghasilkan barang standar (standardized product). Industri pasar oligopoli yang demikian sifatnya banyak dijumpai dalam industri yang menghasilkan bahan mentah seperti produsen bensin, industri baja dan aluminium dan industri bahan baku industri semen dan bahan bangunan. Di samping itu banyak pula pasar oligopoli yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang berbeda corak (d!jerenfiatedproduct). Barang seperti itu pada umumnya adalah barang akhir. Contoh dari pasar oligopoli yang menghasilkan barang akhir adalah industri mobil dan truk, industri rokok, dan industri sabun cuci dan sabun mandi.


2.Kekuasaan untuk menentukan harga adakalanya lemah dan adakalanya sangat tagguh.

          Dari dua kemungkinan ini, yang mana yang akan wujud tergantung kepada bentuk kerjasama di antara perusahaan-perusahaan dalam pasar oligopoli.
Tanpa ada kerjasama, kekuasaan menentukan harga menjadi lebih terbatas. Apabila ada suatu perusahaan menurunkan harga, dalam waktu yang singkat ia akan menarik banyak pembeli. Perusahaan yang kehilangan pembeli akan melakukan tindakan balasan deagan.mengurangi,harga yang lebih besar lagi sehingga akhirnya perusahaan yang mula-mula menurun harga akan kehilangan banyak pelanggannya. Tetapi kalau perusahaan dalam pasar oligopoli bekerjasama dalam menentukan harga, maka harga dapat ilkan pada tingkat harga yang mereka sepakati. Sehingga kekuasaan mereka dalam menentukan harga adalah sangat besar, yaitu sama seperti dalam pasar monopoli.

3. Pada umumnya Perusahaan Oligopoli perlu melakukan promosi secara iklan.
          Kegiatan periklanan secara terus sangat diperlukan oleh perusahaan dalam pasar oligopoli yang menghasilkan barang yang berbeda corak. Pengeluaran iklan oleh perusahaan-perusahaan dalam pasar oligopoli basanaya sangat besar sekali. Kegiatan promosi secara secara iklan yang sangat aktif tersebut adalah untuk dua tujuan , yaitu menarik pembeli baru dan mempertahankan pembeli lama.

BAB III
Pembahasan

Pasar oligopoli merupakan pasar yang terdiri dari beberapa produsen (dua sampai dengan lima produsen), sedangkan apabila terdiri dua perusahaan disebut duopoli.
Karakter pasar oligopoli, yaitu:
1.    Perusahaan saling bersepakat untuk melakukan penentuan harga dan jumlah produksi.
2.    Perusahaan tidak saling melakukan kesepakatan.


Ciri-ciri pasar oligopoli

Ciri-ciri pasar oligopoli, yaitu:
1.    Menghasilkan atau menjual barang standar atau barang berbeda.
Menghasilkan barang standar misalnya perusahaan baja, aluminium. Sedangkan yang menghasilkan barang berebda misalnya perusahaan mobil, truk, sepeda motor dan sebagainya.

2.    Kekuatan menentukan harga kadang-kadang lemah/kuat.
Apabila tanpa adanya kerjasama kekuatan menentukan harga sangat terbatas. Suatu perusahaan menurunkan hargha, perusahaan lain akan membalas menurunkan yang lebih besar lagi, sehingga keduanya akan sama atau kehilangan pelanggan.

3.    Promosi masih diperlukan.
Kegiatan promosi bertujuan untukmeraih pembeli baru dan mempertahankan pembeli lama, terutama pada perusahaan yang menghasilkan barang yang berbeda.







 











Gambar 6.6. Kurva permintaan terpatah (Kinked Demand Curve) dalam oligopoli


1.    Dalam pasar oligopoli apabila perusahaan menurunkan harga ke P1 maka permintaan akan bertambah ke C1, harga ke P2 maka permintaan akan bertambah ke B1.
-          Pelanggan perusahaan membeli barang yang harganya turun.
-          Pelanggan lain membatalkan pembeliannya.
2.    Sedangkan apabila perusahaan juga menurunkan harga ke P1 dan P2 perubahan permintaan akan ke titik B dan C.
3.    Menaikkan harga ke P3 permintaan ada di titik A1 karena reaksi perusahaan merubah harga maka kurva permintaan menjadi D1ED2.


Hambatan memasuki pasar oligopoli

Faktor penting yang menyebabkan perusahaan lain tidak memasuki pasar oligopoli, diantaranya:
1.    Perbedaan biaya produksi, disebabkan karena:
a.    Perusahaan yang berpengalaman dapat menurunkan biya produksi karena memiliki kemampuan dan pengalaman berproduksi (masa lalu).
b.    Produktifitas tinggi karena pekerja mempunyai masa kerja yang cukup.
c.    Perusahaan mempunyai hubungan baik dengan bank, sehingga modal kerja mudah diperoleh untuk pembelian bahan yang lebih murah.

2.    Hasil produksi yang istimewa
Keistimewaan suatu barang karena memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu Product Recognition (terkenal). Masyarakat sudah percaya dan sangat setia terhadap barang tersebut. Apabila tidak memiliki keistimewaan lain sulit untuk menggeser konsumsi barang tadi, contohnya adalah merk pakaian Gucci.


Struktur pasar oligopoli bisa juga terjadi dalam industri di mana wilayah pasar suatu perusahaan sangat kecil. Misalnya, industri pompa bensin. Dalam industri ini hanya ada sedikit sekali penjual (pompa bensin) yang bersaing di dalam suatu wilayah geografis yang kecil.

Oleh karena jumlah penjual yang sedikit inilah maka saling pengaruh antara mereka bisa dimasukkan dalam masalah penentuan harga/output dari oligopoli. Perhatikan duopoli, sebuah bentuk khusus oligopoli, di mana ada dua perusahaan yang mengahasilkan suatu produk tertentu.

Untuk sederhananya, anggap bahwa produk tersebut hoogen dan para pembeli memilih produk di antara kedua perusahaan tersebut semata-mata berdasarkan harganya. Anggap pula bahwa kedua perusahaan tersebut menetapkan harga yang sama dan masing-masing mempunyai pangsa (share) pasar yang sama. Sekarang misalkan perusahaan A berusaha untuk meningkatkan penjualannya dengan cara menurunan harganya, maka semua pembeli akan membeli produk perusahaan A tersebut dan perusahaan B akan kehilangan pangsa pasar yang cukup besar. Untuk mempertahankan para pembelinya, maka perusahaan B akan bereaksi dengan cara menurunkan harganya pula. Maka tidak ada satu perusahaan pun yang bisa bertindak secara bebas. Tindakan yang diambil suatu perusahaan pasti akan menimbulkan reaksi perusahaan lainnya.


Penentuan Harga/Output Dalam Pasar Oligopoli

 








Gambar 6.7. Kurva permintaan sebelum ada reaksi


Fenomena pergeseran kurva-kurva permintaan ini dilukiskan dalam gambar 6.8. Perusahaan A mula-mula menghasilkan output sebesar Q1 unit dan menjualnya dengan harga P1. Kurva permintaan D1 yang berlaku di sini, dengan mengasumsikan harga-harga yang ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan lain tidak berubah. Dengan asumsi tersebut, penurunan harga dari P1 menjadi P2 akan meningkatkan permintaan menjadi Q2. Sekarang anggap bahwa hanya ada sejumlah kecil perusahaan yang beroperasi di pasar dan masing-masing mempunyai pangsa pasar yang cukup besar terhadap penjualan total. Oleh karena itu, jika suatu perusahaan menurunkan harganya dan memperoleh kenaikan volume penjualan yang cukup tinggi, maka perusahaan-perusahaan lainnya akan kehilangan sebagian besar volume usaha mereka. Kemudian, setelah perusahaan-perusahaan tersebut mengetahui mengapa penjualan mereka turun, maka mereka akan bereaksi dengan menurunkan harga produk mereka sendiri. Tindakan ini akan menggeser perusahaan A turun ke kurva permintaan kedua D2 yang menyebabkan penurunan permintaan perusahaan A dari Q2 menjadi Q3 pada tingkat harga P2. Kurva yang baru sama tidak stabilnya dengan kurva mula-mula, oleh karena itu pengetahuan akan bentuk kurva tersebut tidak berguna bagi perusahaan A: jika ia mencoba untuk bergerak sepanjang D2, maka perusahaan-perusahaan pesaing akan bereaksi yang bisa memaksa perusahaan tersebut berpindah ke kurva lainnya.

 








Gambar 6.8. Kurva permintaan setelah ada reaksi

Pergeseran kurva permintaan tidak akan menimbulkan kesulitan yang berarti dalam pembuatan keputusan tentang harga/output jika perusahaan A mengetahui secara pasti bagaimana perusahaan saingannya terhadap perubahan-perubahan harga. Reaksi-reaksi tersebut hanya akan mempengaruhi hubungan harga/permintaan dan sebuah kurva permintaan yang baru bisa dibentuk untuk memasukkan interaksi-interaksi di antara perusahaan-perusahaan. Kurva D3 dalam gambar 6.8 merupakan sebuah kurva reaksi, ia menunjukkan bagaimana penurunan harga akan mempengaruhi kuantitas yang diminta setelah reaksi perusahaan-perusahaan saingan diperhitungkan. Namun demikian, permasalahan dalam pendekatan ini terletak pada kenyataan bahwa ada banyak teori yang berbeda tentang perilaku antar perusahaan dan mesin-mesin teori yang menghasilkan model penentuan harga yang berbeda sehingga akan menghasilkan aturan-aturan pengambilan keputusan yang berbeda pula.

Adapun Kelebihan dan Kekurangan dari Pasar Oligopoli. Kelebihan dari pasar oligopoli adalah mendorong perkembangan teknologi dan inovasi. Struktur pasar ini yang paling memberikan dorongan terbesar dalam mengembangkan teknologi dan inovasi. Hal ini dikarenakan perusahaan mendapat untung yang lebih dari normal dan menekankan persaingan dimana sangat membahayakan kedudukan perusahaan dalam industri. Keuntungan yang lebih disebabkan perusahaan baru sulit untuk memasuki pasar ini. Sehngga keuntungan lebih normal berlangsung dalam jangka panjang dan perusahaan memiliki dana yang cukup untuk kepentingan melakukan riset dalam mengembangkan teknologi serta melakukan inovasi.
Selain itu melakukan pengembangan teknologi dan melakukan persaingan dalam pasar ini, sebab perusahaan tidak mungkin melakukan persaingan dalam harga. Terdapat sedikit penjual karena dibutuhkan biaya investasi yang besar, jumlah penjual yang sedikit membuat penjual dapat mengendalikan harga dalam tingkat tertentu, dan bila terjadi perang harga, konsumen akan diuntungkan serta adanya efisiensi dalam menjalankan produksi dan persaingan di antara perusahaan akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam hal harga dan kualitas barang.
Adapun kekurangan dari pasar ini adalah tidak adanya efisiensi dalam menggunakan sumber-sumber daaya. Efisiensi penggunaan sumber daya akan tercapai apabila ongkos marjinal sama dengan harga. Pada umumnya keadaan ini tidak dicapai pada pasar oligopoli. Tetapi jika dipandang dari sudut skala ekonomis yang mungkin diperoleh, terdapat kemungkinan bahwa perusahaan oligopoli akan memproduksi barang dengan ongkos yang lebih rendah daripada perusahaan yang ada dalam persaingan sempurna. Terdapat rintangan yang kuat untuk dapat masuk ke pasar oligopoli, akan terjadi perang harga dan produsen dapat melakukan kerja sama (kartel) yang pada akhirnya akan merugikan konsumen. Selain itu juga dibutuhkan investasi dan modal yang besar untuk memasuki pasar, karena adanya skala ekonomi yang telah diciptakan perusahaan sehingga sulit bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar, apabila terdapat perusahaan yang memiliki hak paten atas sebuah produk, maka tidak memungkinkan bagi perusahaan lain untuk memproduksi barang sejenis, perusahaan yang telah memiliki pelanggan setia akan menyulitkan perusahaan lain untuk menyainginya, adanya hambatan jangka panjang seperti pemberian hak waralaba oleh pemerintah sehingga perusahaan lain tidak memasuki pasar, adanya kemungkinan terjadinya kolusi antara perusahaan di pasar yang dapat membentuk monopoli atau kartel yang merugikan masyarakat.
 Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:
·         Keuntungan yang yang terlalu besar bagi produsen dalam jangka panjang
·         Timbul inifisiensi produksi
·         Eksploitasi terhadap konsumen dan karyawan perusahaan
·         Harga tinggi yang relatif stabil (sulit turun) menunjang inflasi yang kronis
·         Kebijakan pemerintah dalam mengatasi oligopoli
·         Pemerintah mempermudah masuknya perusahaan baru untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
·         Diberlakukannya undang-undang anti kerja sama antar produsen.
Sifat-sifat pasar oligopoli :
- Harga produk yang dijual relatif sama
- Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
- Sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar
- Perubahan harga akan diikuti perusahaan lain



TUJUAN PERUSAHAAN: MAKSIMISASI PROFIT DAN ALTERNATIF


1. Sifat Perusahaan

Perusahaan: Suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber ekonomi menjdai barang & jasa. Setiap individu memberikan input yang berbeda dengan reward yang berbeda.

1             TK bernegosiasi  jam kerja, aturan kerja dan upah
2     Pemili modal bernegosiasi cara penggunaan kapital dan kompensasinya

2. Goal Perusahaan

Hub. antar penyedia input (Tk, pemilik modal, dll) masalah bagi ekonomi utk mengembangkan teori perilaku perusahaan.

Pendekatan holistic menganggap perusahaan sbg satu unit decision making yg diwakili oleh manajer diktator tunggal utk mencapi goal tertentu. Apa goal yang ingin dicapai oleh manajer

3. Maksimisasi profit

Goal mencapai profit ekonomi yg maksimal (selisih maksimal total pendapatan dengan total biaya ekonomi).

Business profit pendapatan penjualan – biaya eksplisit perusahaan

Economic profit business profit – implicit costs of equity and other owner provided inputs used by the firm

Implicit costs: Tingkat ROE normal (untuk menarik dan mempertahankan investasi tertentu) dan biaya peluang untuk usaha dari pemilik-pengusaha sebagai biaya pelaksanaan bisnis


4. Maksimisasi profit dan Marginalism

Firm sbg  profit maximizers, maka incremental profit diperoleh dari tambahan satu unit output atau tambahan profit dari tambahan satu tenaga kerja.

Hubungan maksimisasi profit dan marginalism:

П(Q) = R(Q) –C(Q)

R: revenue dan C: biaya ekonomi

Jumlah (Q) output diproduksi pada tingkat П(Q) maksimal.

5. Marginal revenue dan Cost

Pada gambar tsb:
1     Output <Q* kenaikan output  ∆R > ∆C
2     Output = Q* profit maksimum  MR = MC
3     Output > Q* Profit menurun

6. Marginalism dalam pilihan input

Maksimisasi profit ∆C = ∆R
1             Tambahan tk, tambahan biaya tk = tambahan revenue
2             Tambahan sewa mesin = tambahan pendapatan

7. Marginal Revenue (MR)

MR tambahan revenue dari tambahan penjualan 1 unit output
1     Jika perusahaan = price taker, maka harga pasar menjadi revenue ekstra dari penjualan 1 unit produk

Perusahaan menjual 100 unit @ Rp 100.000, jika perusahaan menjual 1 unit produk lagi, maka MR = 1.000.000 (11.000.000 – 10.000.000).
MR=P
2     Jika perusahaan menghadapi kurva demand dg slop menurun, maka perusahaan harus menurunkan harga jika ingin menjual 1 tambahan produk.

Perusahaan menjual 100 unit @ Rp 100.000, jika perusahaan menjual 1 unit produk lagi dengan harga Rp 90.000, maka MR = 90.000 (10.090.000 – 10.000.000).
MR < P

Contoh: Perusahaan menghadapi kurva permintaan dg slop menurun.

Q = 10 – P

P
Q
TR
MR
10
0
0

9
1
9
9
8
2
16
7
7
3
21
5
6
4
24
3
5
5
25
1
4
6
24
-1
3
7
21
-3
2
8
16
-5
1
9
9
-7
0
10
0
-9


3     TR maksimum  Q = 5 dan P = 5
4     Q > 5  TR turun dan MR negatif






















ANALISIS PERMINTAAN

Dalam banyak hal, factor yang paling menentukan profitabilitas perusahaan adalah permintaan produk itu sendiri. Perusahaan tidak ada gunanya beroperasi secara efisien dan memiliki eksekutif keuangan yang ahli, director personalia dan director utama, preusan tidak akan memperoleh keuntungan, jika permintaan untuk produk yang dihasilkan tidak memiliki permintaan, kecuali preusan dapat menemukan dan menghasilkan produk yang memiliki permintaan.

Mengingat pentingnya peran permintaan sebagai factor penentu keuntungan perusahaan, maka perusahaan harus memiliki informasi yang tepat dan akurat mengenai permintaan atas produk untuk pengambilan keputusan jangka panjang yang efektif dan keputusan operasi jangka pendek. Misalnya untuk menentukan harga produk secara efektif, manajer harus mengetahui bagaimana perubahan harga dapat mempengaruhi kuantitas produk yang diminta. Manajer juga harus mengetahui bagaimana persyaratan kredit dapat juga mempengaruhi permintaan untuk menilai usulan kebijakan kredit. Estimasi yan baik terhadap sensitivitas permintaan baik untuk perubahan populasi maupun pendapatan masyarakat akan membantu suatu perusahaan dalam melakukan analisis potensi pertumbuhan pada masa yang akan dating, yang merupakan hal penting dalam menciptakan keberhasilan program jangka panjang.

Keputusan produksi sangat dipengaruhi oleh karakteristik permintaan produk perusahaan. Permintaan produk yang bersifat stabil dapat menjadikan pelaksanaan produksi secara terus menerus dan jangka panjang. Jika sifat permintaan produk tersebut berfluktuasi, maka proses produksi yang fleksibel harus digunakan atau kebijakan persediaan yang besar harus diambil. Kondisi permintaan di pasar produk juga mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja dan modal. Jika permintaan produk sangat kuat dan tumbuh, maka manajer keuangan harus mengatur pendanaan kebutuhan modal yang semakin besar bagi perusahaan dan direktor personalia harus mengatur penarikan tenaga kerja dan pelatihannya agar dapat menghasilkan dan manjual produk perusahaan dengan baik.

Permintaan produk juga berperan penting dalam penentuan struktur pasar yang dimasuki perusahaan. Demikian juga dengan sifat persaingan. Karakteristik permintaan seperti jumlah pembeli potensial dan keinginan konsumen untuk menerima produk pengganti merupakan faktor yang penting dalam penentuan tingkat persaingan untuk pasar produk tertentu.

Permintaan merupakan masalah yang kompleks dan harus dipahami oleh manajer agar dapat mencapai tujuan perusahaan.


DASAR PERMINTAAN KONSUMEN.

Kemampuan produk dan jasa dalam memuaskan keinginan konsumen merupakan dasar bagi permintaan konsumen.

1.    Fungsi Utiliti.

Suatu fungsi utiliti adalah pernyataan diskriptif yang menghubungkan antara total utiliti/kepuasan/kemakmuran dengan konsumsi produk dan jasa. Fungsi utiliti dibentuk melalui selera dan prefernsi konsumen dan melalui kuantitas dan kualitas produk.

Konsep fungsi utilitas dapat digambarkan dengan menggunakan 2 produk. Kedua jenis produk sangat berkaitan seperti tiket sepakbola dan tiket bola voli atau tidak berkaitan seperti pakaian dan perawatan kesehatan. Satu-satunya persyaratan adalah setiap produk dapat memuaskan keinginan konsumen atau setiap produk menyediakan uitiliti/kepuasan. Fungsi utiliti dapat ditulis sebagai berikut:

Utiliti = f (produk, jasa)

Tabel 4.1 mencerminkan fungsi utiliti dari 2 produk. Setiap unsur menunjukkan jumlah utiliti yang dihasilkan dari konsumsi setiap kombinasi produk dan jasa.

Produk
(Y)
Jasa (X)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
25
36
46
55
63
70
76
81
85
88
2
37
48
58
67
75
82
88
93
97
100
3
47
58
68
77
85
92
98
103
107
110
4
55
66
76
85
93
100
106
111
115
118
5
62
73
83
92
100
107
113
118
122
125
6
68
79
89
98
106
113
119
124
128
131
7
73
84
94
103
111
118
124
129
133
136
8
77
88
98
107
115
122
128
133
137
140
9
79
90
100
109
117
124
130
135
139
142
10
80
91
101
110
118
125
131
136
140
143

Dari tabel diatas tampak bahwa untuk konsumsi 3 unit produk Y dan 3 unit jasa X  memberikan utiliti sebesar 68 unit kepuasan. Konsumsi 1 unit produk Y dan 10 unit jasa X  memberikan utiliti sebesar 88 unit kepuasan dan seterusnya.

Utiliti dari konsumsi produk dan jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat. Namun demikian, konsumen dapat memberikan preferensnya melalui keputusan pembelian dan memberikan bukti kepuasan yang nyata yang mereka peroleh dari produk dan jasa tersebut.

2.    Utiliti Marginal.

Utiliti marginal adalah tambahan kepuasan dari tambahan konsumsi 1 unit produk atau jasa dengan menganggap konsumsi produk yang lain tidak berubah. Utiliti marginal akan cenderung menurun pada saat konsumsi suatu produk meningkat dalam interval waktu tertentu.

Ayam Goreng
Total Utiliti
(U)
Utiliti Marginal
MUA =
Harga Ayam Maksimum
Rp 9.000 pe MUA
0
0


1
9
9
Rp 9.000
2
17
8
Rp 8.000
3
24
7
Rp 7.000
4
30
6
Rp 6.000
5
35
5
Rp 5.000
6
39
4
Rp 4.000
7
42
3
Rp 3.000
8
44
2
Rp 2.000
9
45
1
Rp 1.000
10
45
0
Rp 0

Berdasarkan tabel diatas menggambarkan utiliti/kepuasan Tn A yang mengkonsumsi ayam goring. Utiliti marginal Tn A dari mengkonsumsi ayam goreng pertama adalah 9 unit (MUAG= 9).  Utiliti marginal untuk konsumsi ayam goreng ke dua adalah 8 unit, konsumsi ayam goreng ke tiga adalah 7 unit dan seterusnya.

Jika harga ayam goreng 1 unit adalah Rp 9.000, maka biaya utiliti per unit dari mengkonsumsi ayam goreng pertama adalah Rp 9.000/9 = Rp 1.000 unit unit, ayam goreng kedua adalah Rp 1.125 per unit, ayam goreng ketiga adalah Rp 1.285 dan seterusnya. Dengan demikian, semakin meningkat utiliti marginal dari mengkonsumsi ayam goreng, maka semakin meningkat biaya per utilitinya. Jika Tn A mempunyai peluang konsumsi alternatif yang memberikan satu unit tambahan utiliti untuk setiap Rp 1.000, dia akan menambah jumlah ayam goreng yang dibeli, jika  hanya harga ayam goreng tersebut menurun. Jika trade off antara harga – utiliti marginal yang disyaratkan oleh Tn A adalah Rp 1.000, maka dia akan membayar harga Rp 9.000 untuk 1 ayam goreng. Namun demikian, harga ayam goreng yang kedua harus menjadi Rp Rp 8.000, harga ayam goreng yang ketiga adalah Rp 7.000 dan seterusnya. Hal ini dapat digambarkan dalam kurva permintaan sebagai berikut:




3.    Hukum Utiliti Marginal yang Menurun.

Secara umum, hukum utiliti marginal yang semakin menurun menyatakan bahwa pada saat seseorang menambah konsumsi suatu produk, maka utiliti marginal yang diperoleh dari mengkonsumsi akan semakin menurun. Hukum ini menimbulkan kurva permintaan dengan slop yang menurun tidak hanya untuk ayam goreng, tapi juga untuk produk dan jasa yang lain. Hukum utiliti marginal yang menurun ini digambarkan dalam tabel berikut ini dengan data dari tabel 4.1:

Kuantitas
Produk (Y)
Jasa (X)
Utiliti Total
Utiliti Marginal
Utiliti Total
Utiliti Marginal
1
55

25

2
67
12
36
11
3
77
10
46
10
4
85
8
55
9
5
92
7
63
8
6
98
6
70
7
7
103
5
76
6
8
107
4
81
5
9
109
2
85
4
10
110
1
88
3

Pada saat jasa berada pada konsumsi 4 unit, maka utiliti marginal dari konsumsi produk menurun dengan konsumsi setiap unit secara terus menerus. Demikian juga dengan konsumsi jasa tunduk pada hukum ini. Dengan mempertahankan konsumsi produk 1 unit, maka utiliti marginal dari konsumsi jasa menurun dengan konsumsi setiap unit secara terus menerus.

PILIHAN KONSUMEN.

Keputusan untuk menkonsumsi produk secara individu sangat jarang dilakukan. Individu mengkonsumsi produk sebagai bagian dari keranjang belanja dari produk dan jasa dengan keduanya dapat saling mensubstitusi. Misalnya, seorang eksekutif mungkin memiliki beberapa pakaian dan mencuci dengan frkuensi jarang jarang, karena banyak pakaian yang dimiliki atau dia memiliki sedikit pakaian dengan mencuci pakaian dengan frekuensi yang sering. Pada contoh pertama, eksekutif ini telah membeli keranjang belanja dengan proporsi pengeluaran yang besar untuk pakaian dan proporsi sedikit pada jasa pencucian. Untuk contoh kedua, keranjang belanja lebih banyak dipenuhi/diisi pengeluaran untuk penciucian dan lebih sedikit untuk pakaian.

1.    Kurva Indiferen.

Dengan berbagai kombinasi alternatif produk dan jasa yang ada, maka banyak keranjang belanja dapat dibuat yang memberikan tingkat utiliti yang sama bagi konsumen. Kurva indiferen adalah seluruh keranjang belanja yang tidak berbeda bagi konsumen.

Untuk menggambarkan kurva indiferen berikut ini disajikan kurva dengan utiliti yang sama yang datanya diambil dari tabel 4.1.

Utiliti 100
Utiliti 118
Produk (Y)
Jasa (X)
Produk (Y)
Jasa (X)
2
10
4
10
4
6
5
8
5
5
7
6
9
3
10
5


E
 
F
 
G
 
H
 
C
 
B
 
A
 
D
 
U2=100
 
U2=118
 


Tingkat kepuasan 100 unit dapat dicapai dengan mengkonsumsi kombinasi: 3 jasa dan 9 produk, 5 jasa dan 5 produk, 6 jasa dan 4 produk, dan 10 jasa dan 2 produk.  Semua kombinasi pada titik-titik ini yang merupakan kurva indiferen memberikan kepuasan yang sama pada tingkat 100 unit. Tingkat kepuasan 118 unit dapat dicapai dengan mengkonsumsi kombinasi: 5 jasa dan 10 produk, 6 jasa dan 7 produk, 8 jasa dan 5 produk, dan 10 jasa dan 4 produk. Semua kombinasi pada titik-titik ini yang merupakan kurva indiferen memberikan kepuasan yang sama pada tingkat 118 unit.

2.    Marginal Rate of Substitution (MRS).

Slope kurva indiferen merupakan perubahan dalam produk Y (dY) dibagi dengan perubahan jasa X (dX). Hubungan ini disebut dengan marginal rate of substitution yang merupakan perubahan dalam konsumsi produk Y yang diperlukan untuk mengimbangi perubahan tertentu dari konsumsi jasa X, jika seluruh tingkat utiliti tidak berubah. Slop ini secara aljabar dapat dinyatakan sebagai berikut:


MRS = == slope kurva indiferen

MRS biasanya tidak constan, tapi menurun seiring dengan peningkatan jumlah substitusi. Misalnya pada gambar diatas, pada saat jumlah jasa X yang diperlukan untuk menggantikan sejumlah produk Y terus menurun. Dengan kata lain, semakin banyak jasa X yang disubstitusikan untuk produk Y, jumlah produk yang diperlukan untuk mengkompensasi kehilangan sejumlah jasa terus menurun. Hal ini berarti bahwa slop negatif dari setiap kurav indiferen cenderung mendekati nol seiring dengan perpindahan dari kiri kekanan.

Hubungan substituís produk yang ditunjukkan oleh slop kurva indiferen berhubungan dengan konsep Utiliti Marginal yang Menurun. Hal ini karena MRS sama dengan -1 dikalikan dengan rasio Utiliti Marginal yang berasal dari konsumsi setiap produk.

MRS = -1 ()

Kehilangan utiliti berhubungan dengan penurunan kecil Y sama dengan utiliti marginal Y  (MUY), dikalikan dengan perubahan Y (ΔY).

ΔU = MUY x  ΔY

Kuantitas
(Y)
Produk (Y)
Utiliti Total
Utiliti Marginal
1
55

2
67
12
3
77
10
4
85
8
5
92
7

Utiliti Total dari kuantiítas ke1 adalah 55 dan ke 2 adalah 67, sehingga

 Î”U = MUY x  ΔY

          = 12 x 1
          = 12

Demikian juga dengan perubahan utiliti berkenaan dengan perubahan konsumsi X ádalah:

ΔU = MUx x  ΔX

Sepanjang kurva indiferen, nilai absolut ΔU harus sama dengan substitusi Y untuk X. Dengan kata lain, oleh karena utiliti tidak berubah sepanjang kurva indiferen, maka kehilangan utiliti yang mengikuti penurunan Y harus diimbangi dengan keuntungan/penambahan utiliti berkenaan dengan peningkatan X.

-(MUx x  ΔX) =  MUy x  ΔY

-  =

MRSxy = Slop kurva indiferen

Jadi slop kurva indiferen yang sama dengan  ditentukan oleh rasio utiliti marginal yang diturunkan dari setiap produk.

3.    Budget Line (Garis Anggaran)

Konsep garis anggaran perli dipahami untuk lebih mendalami keputusan consumen. Garis anggaran mencerminkan seluruh kombinasi produk yang dapat dibeli dalam jumlah anggaran tertentu.  Jumlah pengeluaran untuk produk  sama dengan hasil kali antara harga produk y (Py) dengan kuantiítas produk Y (QY). Demikian juga dengan pengeluaran untuk jasa merupakan perkalian antara harga jasa (Px) dengan cuantiítas jasa (Qx).

Total anggaran = Pengeluaran untuk produk Y + Pengeluaran untuk Jasa X
                     = Py Qy + Px Qx

Berikut ini disajikan contoh.

Py =Rp 250 per unit dan Px = Rp 100 per unit dengan anggaran Rp 1.000, Rp 1.500, dan Rp 2.000


Qy = = 4 unit

Jika anggaran digunakan untuk membeli  jasa X, maka akan diperoleh jasa X sebanyak:

Qy = = 10 unit

Dari data tersebut, maka garis anggaran yang relevan dapat ditulis sebagai berikut:

B = 250 Y + 100 X

Berikut ini disajikan jumlah produk dan jasa yang dapat diperoleh dengan setiap jumlah anggaran.



Anggaran Rp 1.000
Anggaran Rp 1.500
Anggaran Rp 2.000
Produk
Jasa
Produk
Jasa
Produk
Jasa
4
0
6
0
8
0
0
10
0
15
0
20


U1=100
 
U2=118
 



Anggaran Rp 1.000 tidak cukup untuk membeli keranjang belanja yang terletak pada U1=100 atau U2 =118

Pengeluaran minimum sebesar Rp 1.500 diperlukan untuk mencapai tingkat utiliti U1 = 100 dan pengeluaran minimum diperlukan untuk mencapai tingkat utiliti U2 = 118.

Pengaruh kenaikan anggaran adalah perubahan garis anggaran kekanan atas dan sebaliknya penurunan anggaran berpengaruh terhadap garis anggaran ke kiri bawah. Selama harga produk dan jasa tidak berubah, maka garis anggaran akan tetap paralel dan slop anggaran ini akan tetap konstan.

Pengaruh perubahan harga dapat ditunjukkan pada contoh berikut ini. Misalnya harga produk y turun dari Rp 250 menjadi Rp 150 dan menjadi Rp 75, sedangkan harga jasa tidak berubah dengan anggaran Rp 1.500. Semakin turun harga suatu produk atau jasa, maka semakin banyak produk atau jasa yang diperoleh dengan anggaran yang tertentu.


Anggaran Rp 1.500
Produk
Rp 250
Jasa
Rp 100
Produk
Rp 150
Jasa
Rp 100
Produk
Rp 75
Jasa
Rp 100
4
0
12
0
24
0
0
15
0
15
0
15


U2=100
 
U2=118
 


Jadi maksimum produk yang dapat diperoleh dengan harga produk Rp 250 per unit adalah 6 unit, dengan harga Rp 150 per unit adalah 12 unit, dan dengan harga Rp 75 per unit adalah 24 unit.

4.    Pengaruh Pendapatan dan Substitusi

Pada saat harga produk berubah, konsumen terpengaruh dalam dua hal:

a). Pengaruh pendapatan (Income Effect) yakni peningkatan (penurunan) seluruh konsumsi  yang dilakukan sebagai akibat dari penurunan (kenaikan) harga. Pengaruh pendapatan ini menghasilkan perubahan pada kurva indiferen yang lebih tinggi mengikuti penurunan harga dan sebaliknya.
b). Pengaruh substitusi (Substitution Effect) yakni perubahan konsumsi secara relatif yang terjadi pada saat konsumen mengganti produk yang lebih mahal dengan produk yang berharga lebih murah. Pengaruh substitusi ini menghasilkan pergerakan menaik (menurun) sepanjang kurva indiferen tertentu.

Jika diketahui PY = Rp 250 per unit dan PX = Rp 100 per unit dengan U1 = 100 merupakan tingkat kepuasan yang tertinggi yang dapat dicapai dengan anggaran sebesar Rp 1.500. Hal ini menjadikan konsumsi jasa sebanyak 10 unit dan produk sebanyak 2 unit.


Pada saat harga produk turun menjadi Rp 140 per unit,  konsumen mempunyai kemungkinan untuk konsumsi untuk jasa sebanyak 8 unit dan produk sebanyak 5 unit dengan tingkat kepuasan/utiliti meningkat dari U1 = 100 menjadi  U2 = 118. Perubahan dalam konsumsi ini melibatkan 2 komponen:

a). Pengaruh substitusi yakni pergerakan kekiri sepanjang kurva indiferen pada U1 = 100 ke titik B yang bersinggungan dengan garis anggaran hipotetis putus-putus yang mencerminkan harga baru untuk produk dan jasa, tapi bukan keuntungan pendapatan.
b). Pengaruh pendapatan yakni pergerakan dari titik b pada U1 = 100  ke titik C pada   U2 = 118.




Sumber :




Henderson, J.M. and R.E. Quandt. Microeconomic Theory: A Mathematical
Approach. Third Edition, McGraw-Hill International Book Company.

Koutsoyiannis, A. 1985. Modern Microeconomics. ELBS Edition,  Macmillan
Publishers Ltd, London.

Nicholson, Walter. 1999. Teori Mikroekonomi. Alih bahasa: Daniel Wirajaya, Edisi
ke-5, Binarupa Aksara, Jakarta.

Rosidi, Suherman. 2000. Pengantar Teori Ekonomi. Pendekatan kepada Teori
Makro & Mikro. Cetakan ke-4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2001. Pengantar Teori Mikroekonomi. Cetakan ke-15, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar